Oleh : Ustadz Bachtiar Nasir
Ustadz, mana yang lebih baik, shalat qiyamul lail berjamaah bersama istri atau sendiri-sendiri agar lebih khusyuk ?
Jawaban :
Berbahagialah suami dan istri yang dimudahkan bangun malam dan melaksanakan shalat, keluarga tersebut telah membangun budaya dalam rumah tangganya sebagaimana Rasulullah dan keluarganya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Allah merahmati seorang suami yang bangun di malam hari lalu shalat dan ia membangunkan istrinya kemudian istrinya shalat. Bila menolak maka ia perciki wajah istrinya dengan air. Allah merahmati seorang istri yang bangun di malam hari lalu shalat dan ia membangunkan suaminya kemudian shalat. Bila suaminya menolak ia perciki wajahnya dengan air.“ ( HR Ahmad, Abu Daud, al-Nasa’i, dan Ibnu Majah ).
Tahajud merupakan shalat sunah paling utama yang dianjurkan Rasulullah. Dan, Allah SWT memuji hamba-Nya yang selalu menyempatkan bangun di sepertiga malam bermunajat kepadaNya. Allah berfirman, “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.“ ( QS-al-Isra` [17] : 79 ).
Rasulullah menegaskan dalam hadisnya, dari Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.“ ( HR Muslim ). Pada umumnya, shalat sunah dilakukan dengan dua rakaat, begitu juga dengan shalat tahajud.
Rasulullah mengajarkan, sebaiknya shalat malam ( tahajud ) itu dilakukan dengan dua rakaat dua rakaat dan ditutup dengan shalat witir. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, seorang laki-laki bertanya kepada Rasul tentang shalat malam, Rasul menjawab, “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu Subuh, hendaklah dia shalat satu rakaat sebagai witir ( penutup ) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya.“ ( HR. Bukhari dan Muslim ).
Sebaik-baik shalat sunah jika dikerjakan di rumah dan sendiri-sendiri, demikian pula dengan shalat tahajud. Rasul sering melakukannya sendirian, akan tetapi beliau tidak melarang jika ada sahabat atau orang lain yang ingin melakukannya berjamaah bersama beliau.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Saya tidur di rumah Maimunah ( istri Nabi ) dan Nabi sedang di sana malam itu. Kemudian beliau berwudhu dan mendirikan shalat, maka saya berdiri di sebelah kirinya, kemudian Rasulullah memegangku dan menempatkan aku di sebelah kanannya. Beliau shalat sebanyak 13 rakaat, lalu tidur sampai mengembuskan udara dari mulutnya, dan Nabi jika tidur biasa mengembuskan udara dari mulutnya. Kemudian datang muadzin, maka Nabi keluar dan melaksanakan shalat tanpa berwudhu lagi.“ ( HR Bukhari dan Muslim ).
Ada riwayat lain yang menganjurkan suami atau istri untuk membangunkan pasangannya dan melakukan shalat malam bersama. “Barang siapa yang bangun malam dan membangunkan istrinya kemudian mereka berdua melaksanakan shalat dua rakaat secara bersama, maka mereka berdua akan digolongkan ke dalam lelaki-lelaki dan wanita-wanita yang banyak berzikir kepada Allah.“ (HR. Ibnu Majah, al-Nasa’i, al-Baihaqi, dan al-Hakim).
Berdasarkan riwayat di atas, tidak ada dalil yang menetapkan mana yang lebih utama, melakukan shalat malam dengan berjamaah atau sendiri-sendiri. Jika shalat sendirian lebih khusyuk karena bebas memanjangkan bacaan dan setiap gerakan shalat diperbolehkan. Namun, jika istri meminta agar dapat melakukannya dengan berjamaah dan itu menambah kekhusyukan, silakan lakukan dengan berjamaah.
Lebih-lebih jika hal itu dapat menambah ketakwaan dan memperkuat tali mawaddah dan rahmah dalam keluarga serta memberikan dampak perubahan akhlak yang mulia berupa menjauhi perbuatan keji dan mungkar maka shalatlah berjamaah. Wallahu a’lam bish shawab.
Comments
Post a Comment